Fauzia Rahmawati (13709251062)
Pendidikan Matematika Kelas C PPs
UNY
Berikut
adalah hasil refleksi perkuliahan filsafat pendidikan hari Jum’at, 4 Oktober 2013
oleh Prof. Dr. Marsigit, MA. Pada perkuliahan yang lalu diadakan sesi tanya
jawab antara mahasiswa dan Prof. Marsigit. Salah satu pertanyaan yang
dilontarkan oleh mahasiswa adalah apa yang dimaksud dengan berpikir secara
internsif dan ekstensif? Berpikir intensif dan ekstensif adalah berpikir yang
sedalam-dalamnya. Berpikir sedalam-dalamnya ini memiliki makna bahwa dengan
berpikir kita akan menemukan sebuah hakekat dari sebuah fenomena. Berpikir
sedalam-dalamnya juga berarti berpikir setinggi-tingginya, setinggi-tingginya
kita mampu berpikir. Contoh dari berpikir intensif ini adalah pada saat
menjawab pertanyaan-pertanyaan filsafat dalam perkuliahan, dimana pada saat
menjawabnya berarti bahwa kita sedang mengintensifkan istilah, makna, dan
bahasa dalam filsafat.
Dalam
filsafat, segala sesuatu pastilah berdimensi. Begitu juga aspek material,
formal, normatif, dan spiritual, keempat aspek tersebut pun berdimensi. Dimensi
antara keempat aspek tersebut bersifat merentang. Makna dari merentang di sini
adalah aspek material akan meliputi spiritual dan formal, formal akan meliputi
material dan normatif, sedangkan spiritual akan meliputi material, formal, dan
juga normatif itu sendiri.
Dimensi material
adalah bagaimana cara seseorang memaknai fenomena di sekitarnya. Contohnya
bagaimana seseorang memaknai fenomena air di sungai, ada yang cemas karena
takut banjir, ada pula yang mencari keuntungan dari sungai tersebut. Itulah
yang dimaksud dengan dimensi material. Dimensi formal mencakup hubungan di
dalam diri sendiri, keluarga, hubungan suami istri, bertetangga, bermasyarakat,
berkuliah, berkantor, berbudaya, juga universal. Dimensi formal tidak dapat
terpisahkan dengan dimensi informal. Hubungan antara dimensi formal dan normatif
adalah dimensi formal dianggap sebagai wadahnya sedangkan dimensi normatif dipandang
sebagai isinya. Contohnya adalah cara seseorang berbusana. Cara orang berbusana
adalah dimensi formalnya, sedangkan kepribadian seseorang itu adalah dimensi
normatifnya. Wadah tentunya menjamin substansinya, Wadah tanpa isi adalah
kosong, isi tanpa wadah adalah tanpa makna. Kedua wadah dan isi haruslah ada
dan saling melengkapi.
Bentuk material
dari cinta adalah cincin. Hal ini dikarenakan cincin adalah simbol yang paling
awet dan berharga dibandingkan hal lain. Sedangkan bentuk formal dari cinta
adalah menikah. Menikah dianggap sebagai bentuk formal dari cinta karena menikah
menjamin hak dan kewajiban kedua pihak. Akan tetapi karena semakin
berkembangnya jaman, kehidupan yang semakin rumit, canggih, dan modern, maka
menikah dan cinta seringkali dipisahkan. Saat ini banyak orang yang memilih
untuk tidak menikah atau memilih untuk bercerai karena merasa menerima beban
dalam memenuhi hak dan kewajiban dari cinta itu sendiri.
Romantisme
adalah apa yang sering disebut sebagai tren filsafat atau suasana peradaban
rasionalitas pada waktu itu, yang lebih mengedepankan perasaan, nafsu, hasrat,
kehendak, passion, yang berhubungan dengan keindahan. Jadi romantisme di sini
bukan soal seperti yang dipahami umum, yaitu yang berkaitan dengan percintaan.
(http://www.marcelliusarichristy.wordpress.com).
Di dalam romantisme, manusia, hewan, tumbuhan, bahkan batu itu bercinta. Cinta
dari para dewa bias mengubah dunia. Cinta yang salah ruang dan waktunya akan
membentuk Bathara Kala, dan cinta yang sesuai ruang dan waktunya akan membentuk
Bathara Yudha. Di dalam kisah Maha Bharata, kisah perperangan antara Bathara
Kala dan Bathara Yudha adalah intinya. Maksudnya adalah kerjasama diantara dua
penguasa di suatu wilayah akan mengubah struktur dari wilayah tersebut. Kerjasama
kedua pimpinan tersebut bisa menjadi dua bentuk, bentuk yang positif dan negatif.
Selama ini yang terjadi di kehidupan kita kedua bentuk positif dan negatif
tersebut selalu berperang untuk menciptakan keseimbangan dunia. Misalnya
masalah korupsi di Indonesia yang terbentuk dari kerjasama oknum-oknum di
pemerintahan. Akan tetapi ada pula KPK yang juga terbentuk dari pemerintahan.
KPK merusaha mengejar koruptor di Indonesia untuk menciptakan kehidupan
Indonesia yang tentram.
Belajar
filsafat akan mampu membuat kita untuk berpikir secara harus. Dalam filsafat,
berpikir adalah bergerak. Ketika batu terjun bebas dari puncak gunung ke
lembah, maka batu itu berpikir. Ketika air laut membentuk ombak, maka air laut
itu berpikir. Maksud dari pernyataan ini adalah untuk memperoleh pengetahuan
(untuk mampu memikirkan sebuah fenomena kehidupan) maka kita harus bergerak
mencari pengetahuan tersebut. Apabila kita hanya berpangku tangan, maka
pengetahuan yang kita peroleh akan lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang
bergerak mencari pengetahuannya sendiri. Maka dari itulah mahasiswa disarankan
oleh Prof. Marsigit untuk senantiasa membaca elegi yang ada di dalam blog Prof.
Marsigit. Hal ini dengan tujuan agar mahasiswa semakin memahami apa itu
filsafat ilmu.
Referensi:
Catatan Kuliah Filsafat Barat Modern 19 November
2012 bersama Prof. Dr. Eko Armada Riyanto. http://marcelliusarichristy.wordpress.com/2013/01/28/37/
Diakses tanggal 11 Oktober 2013
Diakses tanggal 11 Oktober 2013
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.