Fauzia Rahmawati (13709251062)
Kejadian ini terjadi pada
hari Kamis, 3 Oktober 2013 lalu. Kebetulan untuk hari Kamis saya menjalani
kuliah hanya sampai pukul 13.00. Sepulang kuliah, saya melihat kamar kos saya,
dan ternyata begitu berantakan. Karena saya sudah bosan dengan kondisi kamar
saya, saya memutuskan untuk menyuci baju dan menyetrika. Selesai menyetrika,
kebetulan waktu itu kurang lebih pukul 15.00. Kegiatan bersih-bersih kamar ini
saya lanjutkan dengan menyapu dan menata buku-buku saya. Saya juga menyempatkan
untuk menyiapkan barang-barang yang akan saya bawa pulang esok hari. Perlu
diketahui bahwa saya selalu pulang ke rumah setiap akhir pecan, dari hari Jum’at
sampai Senin. Hal ini dikarenakan waktu itu ibu saya sedang sendirian di rumah,
dan saya harus pulang untuk menemani ibu saya. Selesai melakukan semua kegiatan
tersebut, saya lalu beristirahat dan bersiap-siap untuk mencari makan malam
saya.
Adzan maghrib
berkumandang. Saya yang kebetulan waktu itu sedang puasa, kemudian berbuka dan
dilanjutkan dengan sholat maghrib. Selesai sholat maghrib saya membaca surat
yasin untuk keluarga dan teman-teman saya yang sudah tiada. Saya juga
membacakan yasin untuk tante saya yang sedang sakit di Pati, Jawa Tengah. Seusai
sholat isya’, saya kemudian menyalakan laptop. Saya berencana untuk membaca elegi
dari Prof. Marsigit dan mengomennya. Akan tetapi niat saya itu tertunda karena
saya justru tertarik untuk membuka facebook
terlebih dahulu. Kurang lebih pukul 20.15, saya mendapatkan telepon dari sebuah
nomor asing, akan tetapi saya tahu bahwa nomor tersebut berasal dari daerah
Jakarta. Saya yang awalnya urung menerima telepon tersebut tapi menduga yang
menelepon adalah kakak saya di Bekasi, maka saya mengangkat telepon tersebut. Di
seberang sana ternyata justru kakak ipar saya yang menelepon. Beliau menanyakan
saya sedang dimana. Saya jawab saya sedang di kosan. Dan yang membuat saya
bingung adalah kakak saya menanyakan apakah saya bisa pulang ke rumah. Tentu saja
saya jawab tidak bisa, karena esok harinya saya ada mata kuliah Filsafat ilmu
yang tidak mungkin saya tinggalkan. Akhirnya kakak saya mengatakan bahwa saya
kuliah saja. Tapi saya curiga, mengapa kakak saya menanyakan hal tersebut. Saya
bertanya kepadanya, “Tante ya mas?” Ya, kakak saya menjawab bahwa tante saya
meninggal dunia. Beliau ditelepon ibu saya, tapi karena pulsa ibu saya habis,
jadi saya belum ditelepon ibu. Lalu masih menurut kakak saya, ibu saya waktu
menelepon tidak ada suaranya karena sedang menangis. Telepon akhirnya saya
tutup.
Saya menjadi bimbang
antara pulang atau tidak. Kalau tidak pulang, ibu saya sendirian di rumah, dan
tante yang meninggal tersebut adalah adik ibu saya persis. Akhirnya saya
putuskan untuk sekali lagi membaca surat yasin, dan kali ini khusus untuk tante
saya. Selesai membaca surat yasin, saya ditelepon ibu dan ibu meminta saya
untuk pulang. Saya menjadi mantap untuk pulang dan esoknya tidak berangkat
kuliah Filsafat ilmu. Waktu itu pukul 20.30, saya bersiap memakai jaket, sarung
tangan, dan masker. Saya berpamitan dengan teman-teman kos saya bahwa saya akan
pulang. Takut sebenarnyaa untuk naik motor sendiri di malam hari, tapi itu
harus saya lakukan karena memang kondisinya sangat mendadak.
Dalam perjalanan pulang,
saya baru menyadari ternyata semua ini memang rencana Alloh yang sangat indah. Saya
bosan dengan kondisi kamar saya, lalu saya putuskan untuk menyuci dan
menyetrika. Saya juga sekalian menyiapkan barang-barang untuk mudik esok hari,
dimana saya harus mudik pada malam itu juga. Hari Jum’at, saya, ibu, dan
keluarga dari pihak ayah saya pergi ke Pati untuk menghadiri pemakaman tante
saya tersebut.
Dari sepenggal kisah saya
tersebut, maka dapat saya simpulkan hubungan dari logika, perasaan, dan takdir.
Hari tersebut, karena logika saya mengatakan bahwa saya harus membersihkan
kamar dan menata barang untuk mudik, saya menjadi merasa bahwa esok harinya
akan menjadi sangat ringan karena saya tidak perlu menata barang untuk mudik
lagi. Telepon dari kakak saya yang mengabarkan bahwa tante saya meninggal
merupaka sebuah takdir dari Alloh yang tidak dapat saya tolak, dan saya harus
pulang ke rumah. Karena saya sudah menyiapkan perbekalan untuk mudik
sebelumnya, maka saya tidak repot lagi ketika saya harus pulang malam itu juga.
Itulah hubungan antara logika, perasaan, dan takdir yang saya alami.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.