Orang-orang yang bekerja pada aspek
pendidikan, hendaknya melakukan pemilikiran yang mendalam, baik pada
aspek-aspeknya ataupun berbagai landasan-landasan pendidikan. Untuk seorang
pendidik matematika, maka ia pula harus mengetahui aspek-aspek matematika,
dimana matematika adalah suatu proses olah pikir yang dilandasi oleh berbagai
dimensi, yaitu dimensi vertikal dan horisontal. Dimensi vertikal adalah dimensi
ruang, dan horisontal adalah waktu. Olah piker yang terjadi didalam matematika,
merupakan olah piker yang rasional. Akan tetapi, matematika bukan hanya olah
piker, tapi juga melingkupi pengalaman. Dapat disimpulkan matematika adalah
interaksi yang terus menerus antara olah piker dan pengalaman yang dinamis dan
fleksibel.
Olah piker tersebut, merupakan salah
satu kegiatan berpikir. Secara filosofis, kita hanya akan memilikirkan hal-hal
yang berada di luar pikiran kita. Sedangkan pada suatu ketika, kita pula dapat
memikirkan benda-benda yang hanya ada pada pikiran kita atau lebih sering
disebut dengan idealisasi. Hal ini berarti bahwa pada saat seorang guru
melaksanakan proses pembelajaran, maka ia harus paham bahwa siswa hanya mampu
memikirkan hal-hal konkret yang ada di luar pikirannya. Maka guru harus
menggunakan pendekatan kontekstual, tidak langsung menggunakan idealisasi
dengan abstraksi.
Sedangkan pengalaman dapat dilihat dari
dua sisi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ekperimen waktu berarti bahwa waktu
sekarang adalah masa lalu dan masa depan adalah masa sekarang. Hal ini berarti
bahwa setiap waktu yang kita lalui akan sangat berpengaruh kepada kehidupan
kita saat ini sangat mempengaruhi kehidupan kita pada masa selanjutnya.
Sedangkan untuk eksperimen ruang menunjukkan bahwa suatu ketika kita dapat
membayangkan tempat-tempat yang berada jauh dari jangkauan kita. Misalkan pada
saat kita solat, kita dapat memilikirkan Mekah berada di depan kita, padahal
Mekah masih berada pada tempatnya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia memiliki
sebuah kemampuan luar biasa. Seorang guru pada saat mengajar harus
mempertimbangkan dimensi ruang dan waktu yang akan dialami siswa. Guru tidak
berhak langsung memberikan materi tanpa memberikan dasar-dasar penemuannya
kepada siswa karena hal ini akan mengacaukan pikiran siswa. Selain itu, karena
siswa mampu berpikir jauh dan luas, maka hendaknya seorang guru tidak membatasi
kemampuan pikiran siswa tersebut, karena hal ini akan berdampak buruk kepada
siswa.
Seorang pure mathematician memiliki prinsip dunia ini sempurna. Maka mereka
berpikir bahwa matematika tidak pernah bersentuhan dengan prinsip-prinsip
kehidupan manapun. Pendapat ini didukung oleh pendapat yang dilontarkan oleh
Plato. Akan tetapi, seorang pendidik harus mengetahui bahwa siswa hanya mampu
memikirkan benda-benda yang berada di luar pikiran atau sering disebut
kontekstual. Hal ini sesuai dengan pendapat Aristoteles, dimana dunia ini tidak
sempurna. Maka sudah sewajarnya guru tidak menuntut siswa untuk memahami semua
materi yang diberikan oleh guru kepada siswa.
Apabila seorang guru memahami
aspek-aspek yang telah disebutkan di atas, yaitu matematika melingkupi proses
berpikir dan pengalaman, serta di dunia ini tidak ada yang sempurna, maka
seorang guru akan mampu mengembangkan sebuah pembelajaran inovatif, yaitu
pembelajaran yang mengembangkan proses berpikir dan pengalaman siswa. Serta
juga menambah proses berpikir dan pengalaman siswa.
Berdasarkan
Marsigit, beberapa hal yang harus diperhatikan agar proses pembelajaran menjadi
inovatif antara lain :
1.
Membimbing adalah memberdayakan siswa, bukan
membuat siswamu tidak berdaya
2.
Hakekat belajar itu adalah kebutuhan dan kesadaran
siswa, dan bukanlah kewajiban dan perintah-perintah guru.
3.
Hakekat pendidikan itu adalah kegiatan jangka
panjang. Cepat dan tergesa-gesa itu artinya tidak teliti dan memaksa.
4.
Metode ekspositori atau ceramah itu metode yang
sudah kadaluwarsa, tidak mampu lagi melayani kebutuhan siswa dalam belajarnya.
Jaman sekarang dan kecenderungan internasional, metode yang dikembangkan adalah
multi metode, yaitu metode yang bervariasi, dinamis dan fleksibel.
5.
Seorang guru tidak mungkin mampu melayani kebutuhan
belajar murid-muridnya, jika guru tidak merubah paradigmanya.
6.
Jika guru menginginkan mampu menerapkan metode
pembelajaran inovatif, maka hendaklah guru menerapkan prinsip:"untuk siswa
yang berbeda-beda, seyogyanya mempelajari matematika yang berbeda dan
bermacam-macam, walau memerlukan waktu yang berbeda-beda, tetapi dengan metode
yang berbeda-beda pula, alat yang berbeda-beda pula, serta hasil yang boleh
berbeda.
7.
LKS sementara ini dianggap sebagai teknologi atau
alat yang sangat strategis. Namun jangan salah paham, LKS bukanlah sekedar
kumpulan soal, melainkan LKS adalah wahana bagi siswa untuk beraktivitas untuk
menemukan ilmu atau menemukan rumus matematikanya. Maka seorang guru harus
menembangkan sendiri LKS nya.
8.
Hakekat ilmu itu diperoleh dengan cara berinteraksi
antara obyektif dan subyektif, antara teori dan praktek, antara guru dan siswa,
antara siswa dan siswa, .dst. Maka diskusi kelompok itu sebenarnya adalah
sunatullah.
Sumber:
Marsigit. 2011. Elegi Permintaan Si Murid Cerdas Kepada Guru
Matematika.
diakses pada tanggal 8 Mei 2012
pukul 09.45 WIB.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.